Halloween party ideas 2015

Mgr Natale Paganelli dalam misa komunitas dengan
para Frater Teologan Xaverian Parma

Ada kalimat populer yang mengatakan Kita boleh merencanakan tetapi Tuhan yang menentukan. Di sini tampak ketakberdayaan manusia di hadapan Tuhan. Manusia seolah-olah seperti pelari. Dia berlari mencapai garis akhir, tetapi pada akhirnya tim juri yang menentukan sang juara. Pelari itu sama sekali tidak punya hak untuk menentukan sang juara. Dia hanya menjalankan targetnya untuk menjadi juara. Dengan kata lain, dia hanya merencanakan. Bukan memutuskan. Kalau rencananya tercapai bagus, tetapi kalau tidak jangan kecewa.

Uskup Natale Paganelli SX beberapa waktu lalu menyampaikan sebuah kejutan yang bermanfaat kepada para frater Xaverian di Komunitas Teologi Internasional di Parma, Italia. Dia mengatakan, Jangan Takut Mengubah Program Hidup.

“Hari ini kalian belajar sambil membayangkan indahnya daerah misi nanti. Bahkan, menentukan ke mana kalian akan pergi. Tetapi, jika nantinya, Pastor Jenderal atau Pastor Provinsial menentukan yang lain, jangan kecewa,” katanya dalam khotbah.

Perkataannya ini bukan ide belaka. Dia mengatakan ini dari pengalamannya. Rupanya dia sudah ‘makan garam’ dalam hal mengubah program hidup. Dari sejak frater teologan di Parma sampai menjadi uskup di Keuskupan Makeni, Sierra Leon.

“Saya ingin pergi segera ke daerah misi setelah tahbisan. Tetapi Pemimpin Kongregasi malah menugaskan saya di Italia, tepatnya di kota Salerno, Italia Selatan,” katanya mengawali sharing­-nya.

Dia sama sekali tidak suka ditugaskan di Italia. Dia mau segera ke daerah misi. Demi ketaatan kepada pemimpin, dia menjalankan tugas itu. Dia pun berangkat ke Salerno.

Perubahan baru pun datang. Setelah sekian waktu di sana, datang tawaran untuk pergi ke daerah misi. Kali ini tujuannya adalah Meksiko, Amerika Latin. Dia langsung menjawab YA atas tawaran ini. Dia ingin keluar dari Italia. Dia ingin ke daerah misi. Motifnya adalah segera keluar dan berangkat ke daerah misi. Meski, dalam hatinya ada seruan “Saya tidak mau ke Meksiko,“ katanya dengan nada berbisik-bisik.
 
"Biarlah Tuhan yang mengubah program hidup kita," Mgr Paganelli SX
Dengan dorongan segera ke daerah misi, dia berangkat ke Meksiko. Dengan perasaan tidak suka juga, dia menerima tugas ini. Di Meksiko rupanya ada satu hal yang mengubah hidupnya. Dia tidak percaya jika perubahan itu datang dari dirinya. Dalam dirinya hanya ada satu perasaan, saya tidak suka datang ke Meksiko. Tetapi perubahan itu rupanya datang dari luar dirinya. Perubahan itu kuat sekali bahkan melampaui kekuatannya. Perubahan itu mengubah dirinya. Dari tidak suka menjadi suka. Ya, akhirnya dia menyukai misi di Meksiko.

Dia menceritakan salah satu pengalaman yang berkesan selama bermisi di sana. Pengalaman ini adalah pengalaman iman baginya.

“Saya kagum dengan iman orang kecil di Meksiko. Suatu hari saya ikut berziarah bersama umat. Jaraknya jauh. Perjalanan pun membuatnya capek. Tetapi, umat tetap semangat berdoa dalam peziarahan itu. Ada yang sampai tertidur di jalan. Bahkan, di dalam kereta karena kelelahan. Tetapi, mereka tidak lupa berdoa. Mereka datang menemui saya dan ingin mengaku dosa. Saya yang belum terlalu lancar berbahasa Spanyol saat itu, jadi lancar seketika,” cerita putra Conforti yang berkarya selama 22 tahun di Meksiko ini.

Pengalaman ini mengubah hidup Uskup Paganelli SX. Imannya dikuatkan lewat iman orang kecil ini. Tuhan mengirimnya untuk belajar dari orang-orang kecil ini.

Pengalaman inilah yang membuatnya semakin mencintai daerah misinya di Meksiko. Bahkan, dia berhasil menjalin relasi dengan banyak orang. Banyak sahabatnya yang membantu dia selama bermisi di Meksiko. Tugas menjadi provinsial Xaverian di Meksiko pun dia terima dengan senang hati. Ia yakin Tuhanlah yang akan menuntunnya menuju jalan-Nya seperti Tuhan menuntun dia untuk bertemu dengan orang-orang kecil dalam peziarahan itu.

Dari Meksiko ke Sierra Leone. Tugas di negara di Benua Afrika ini tidak mudah. Katanya, salah satu kata yang pas untuk menggambarkan misi di Sierra Leone adalah kesulitan. Dia pun menghadapi kesulitan selama bermisi di sana, dan sampai saat ini juga. Tetapi, dia juga yakin, dalam kesulitan inilah Tuhan datang membantunya, sampai mengubah program hidupnya. Dia pun menjadi sadar, Tuhan sendirilah yang membuat program hidup untuk dirinya. Kesulitan baginya kini menjadi saat-saat yang indah untuk memilah-milah bahkan sampai mengubah program hidupnya.

Di Siera Leone, dia pernah mengemban tugas sebagai Provinsial Xaverian. Dia menjalani tugas ini sampai selesai. Setelah selesai satu periode, dia membuat program hidup yang baru. Program itu dia komunikasikan dengan Jenderal Xaverian di Roma. Ada bocoran dari program hidup itu.

“Saya sudah membicarakan dengan Pastor Rino Benzoni SX (Pastor Jenderal saat itu) untuk membuat program yang baru. Mungkin, saya akan kembali ke Italia entah untuk animasi atau kebutuhan lain,” kata Xaverian yang masuk Sierra Leon sejak tahun 2005 ini.

Rencana ini rupanya tidak terealisasi. Tuhan menghendaki yang lain. Tuhan memanggilnya untuk mengemban tugas yang baru, yang kesulitannya lebih besar. Duta Besar Vatikan untuk Sierra Leon Mgr Miroslaw Adamczyk memintanya untuk menjadi administrator Keuskupan Makeni. Dia berkonsultasi dengan para pemimpin Xaverian di Roma dan di Sierra Leon tentang tawaran ini. Akhirnya, dia pun menerima dengan harapan bahwa dia hanya sebagai administrator saja.

Dia tahu tugas ini sulit. Keuskupan Makeni saat itu sedang mengalami kesulitan. Uskup yang terpilih rupanya tidak diterima oleh umat. Uskup itu tidak diizinkan untuk masuk Keuskupan Makeni. Pastor Paganelli saat itu sudah mengetahui masalah ini dan berusaha untuk menjadi jembatan antara umat dan hierarki gereja. Dia pun mulai mengunjungi umat. Sambil menjalankan tugasnya, dia juga mendapat tawaran baru lagi dari Duta Besar Vatikan. Kali ini tawaran itu bersifat ‘sudah jadi’.

“Dia meniru ucapan Duta Besar bahwa, dia sudah memberitahukan ke Roma (Vatikan) bahwa Pastor Paganelli akan menerima tahbisan uskup,” kenang Uskup yang ditunjuk oleh Paus Fransiskus pada 18 Juli tahun 2015 ini.

Tawaran ‘sudah jadi’ ini membuatnya tak berdaya untuk sementara. Tetapi dia ingin mencari jalan keluar. Pertama, dia berbicara dengan pemimpin Xaverian. Kedua, dia juga berbicara dengan pihak ‘yang dituakan’ dalam Keuskupan. Ada imam dan juga tokoh masyarakat. Dia hanya ingin tahu reaksi umat dan apa kira-kira yang terjadi jika dia menerima tugas ini. Dia tahu, dia seorang pastor asing dan ini yang membuat umat Makeni tidak mudah menerimanya.

“Meski Xaverian sudah terkenal di Keuskupan ini, karena Xaverianlah yang mendirikan Keuskupan, sebenarnya itu tidak menjamin kemudahan saya masuk sebagai uskup,” sambungnya lagi.

Dia tahu maslah berat lainnya seperti ada beberapa imam diosesan yang berambisi jadi uskup, ada yang tidak ingin uskup dari luar, dan sebagainya. Masalah inilah yang menjadi ketakutannya. Jawaban pun datang. Dari dua pihak yang ia tanya, tidak satu pun yang keberatan. Dari pihak Xaverian OK, dari pihak yang dituakan di Keuskupan OK. Akhirnya, dia mengiyakan lagi tawaran Duta Besar Vatikan. Dia pun ditahbiskan menjadi Uskup pada 31 Oktober 2015 yang lalu.

Kini dia berkarya sebagai Uskup di Keuskupan Makeni. Hari-harinya tetap menjadi hari yang tersulit baginya. Tetapi, dia selalu yakin, Tuhannlah yang menguatkannya. Dia tahu, Tuhan akan mengubah rencananya yang tidak sesuai dengan rencana Tuhan. Salah satu perubahan rencana itu adalah ketika dia menginginkan suasana kekeluargaan—seperti dalam keluarga Xaverian—dalam rumah keuskupannya. Dia hampir saja mengajak seorang Xaverian untuk menemaninya. Tapi, rencana itu tidak jadi. Bahkan bukan kekeluargaan yang ia rasakan di sana. Ia justru merasa sepi. Pastor projo yang membantunya kadang-kadang pulang ke rumah keluarganya, makan dan tidur di sana. “Kadang-kadang saya sendiri di kamar makan pada saat makan malam,” kata Pastor yang ditahbiskan imam pada 25 Desember 1980 ini.

Uskup Paganelli pun mengakhiri sharing-nya dengan mengajak para frater untuk jangan takut mengubah program hidup. Kiranya ini berlaku bagi semua umat Kristiani. Kita dipanggil untuk melayani Tuhan lewat sesama. Kadang-kadang kita tidak tahu bahkan tidak siap kapan tugas itu datang. Jadi, kita siap-siap saja untuk membantu jika ada yang membutuhkan kita. Jangan takut membatalkan rencana Anda untuk bepergian jauh jika ada orang yang meminta bantuan Anda berupa materi secukupnya. Ubahlah rencana Anda dan bantulah orang itu terlebih dahulu.

Fr. Gordi SX dari Parma, Italia.




Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.