Mgr Natale Paganelli dalam misa komunitas dengan para Frater Teologan Xaverian Parma |
Ada kalimat populer yang
mengatakan Kita boleh merencanakan tetapi
Tuhan yang menentukan. Di sini tampak ketakberdayaan manusia di hadapan
Tuhan. Manusia seolah-olah seperti pelari. Dia berlari mencapai garis akhir,
tetapi pada akhirnya tim juri yang menentukan sang juara. Pelari itu sama
sekali tidak punya hak untuk menentukan sang juara. Dia hanya menjalankan
targetnya untuk menjadi juara. Dengan kata lain, dia hanya merencanakan. Bukan
memutuskan. Kalau rencananya tercapai bagus, tetapi kalau tidak jangan kecewa.
Uskup Natale Paganelli SX
beberapa waktu lalu menyampaikan sebuah kejutan yang bermanfaat kepada para
frater Xaverian di Komunitas Teologi Internasional di Parma, Italia. Dia
mengatakan, Jangan Takut Mengubah Program
Hidup.
“Hari ini kalian belajar
sambil membayangkan indahnya daerah misi nanti. Bahkan, menentukan ke mana
kalian akan pergi. Tetapi, jika nantinya, Pastor Jenderal atau Pastor
Provinsial menentukan yang lain, jangan kecewa,” katanya dalam khotbah.
Perkataannya ini bukan ide
belaka. Dia mengatakan ini dari
pengalamannya. Rupanya dia sudah ‘makan garam’ dalam hal mengubah program
hidup. Dari sejak frater teologan di Parma sampai menjadi uskup di Keuskupan
Makeni, Sierra Leon.
“Saya ingin pergi segera
ke daerah misi setelah tahbisan. Tetapi Pemimpin Kongregasi malah menugaskan
saya di Italia, tepatnya di kota Salerno, Italia Selatan,” katanya mengawali sharing-nya.
Dia sama sekali tidak suka
ditugaskan di Italia. Dia mau segera ke daerah misi. Demi ketaatan kepada
pemimpin, dia menjalankan tugas itu. Dia pun berangkat ke Salerno.
Perubahan baru pun datang.
Setelah sekian waktu di sana, datang tawaran untuk pergi ke daerah misi. Kali
ini tujuannya adalah Meksiko, Amerika Latin. Dia langsung menjawab YA atas
tawaran ini. Dia ingin keluar dari Italia. Dia ingin ke daerah misi. Motifnya
adalah segera keluar dan berangkat ke daerah misi. Meski, dalam hatinya ada
seruan “Saya tidak mau ke Meksiko,“ katanya dengan nada berbisik-bisik.
Dengan dorongan segera ke daerah misi, dia berangkat ke
Meksiko. Dengan perasaan tidak suka juga, dia menerima tugas ini. Di Meksiko
rupanya ada satu hal yang mengubah hidupnya. Dia tidak percaya jika perubahan
itu datang dari dirinya. Dalam dirinya hanya ada satu perasaan, saya tidak suka datang ke Meksiko.
Tetapi perubahan itu rupanya datang dari luar dirinya. Perubahan itu kuat
sekali bahkan melampaui kekuatannya. Perubahan itu mengubah dirinya. Dari tidak suka menjadi suka. Ya,
akhirnya dia menyukai misi di Meksiko.
Dia menceritakan salah
satu pengalaman yang berkesan selama bermisi di sana. Pengalaman ini adalah
pengalaman iman baginya.
“Saya kagum dengan iman
orang kecil di Meksiko. Suatu hari saya ikut berziarah bersama umat. Jaraknya
jauh. Perjalanan pun membuatnya capek. Tetapi, umat tetap semangat berdoa dalam
peziarahan itu. Ada yang sampai tertidur di jalan. Bahkan, di dalam kereta
karena kelelahan. Tetapi, mereka tidak lupa berdoa. Mereka datang menemui saya
dan ingin mengaku dosa. Saya yang belum terlalu lancar berbahasa Spanyol saat
itu, jadi lancar seketika,” cerita putra Conforti yang berkarya selama 22 tahun
di Meksiko ini.
Pengalaman ini mengubah
hidup Uskup Paganelli SX. Imannya dikuatkan lewat iman orang kecil ini. Tuhan mengirimnya untuk
belajar dari orang-orang kecil ini.
Pengalaman inilah yang
membuatnya semakin mencintai daerah misinya di Meksiko. Bahkan, dia berhasil
menjalin relasi dengan banyak orang. Banyak sahabatnya yang membantu dia selama
bermisi di Meksiko. Tugas menjadi
provinsial Xaverian di Meksiko pun dia terima dengan senang hati. Ia yakin
Tuhanlah yang akan menuntunnya menuju jalan-Nya seperti Tuhan menuntun dia
untuk bertemu dengan orang-orang kecil dalam peziarahan itu.
Dari Meksiko ke Sierra
Leone. Tugas di negara di Benua Afrika ini tidak mudah. Katanya, salah satu kata yang pas untuk menggambarkan
misi di Sierra Leone adalah kesulitan. Dia pun menghadapi kesulitan selama
bermisi di sana, dan sampai saat ini juga. Tetapi, dia juga yakin, dalam
kesulitan inilah Tuhan datang membantunya, sampai mengubah program hidupnya.
Dia pun menjadi sadar, Tuhan sendirilah yang membuat program hidup untuk
dirinya. Kesulitan baginya kini menjadi
saat-saat yang indah untuk memilah-milah bahkan sampai mengubah program
hidupnya.
Di Siera Leone, dia pernah
mengemban tugas sebagai Provinsial Xaverian. Dia menjalani tugas ini sampai selesai.
Setelah selesai satu periode, dia membuat program hidup yang baru. Program itu
dia komunikasikan dengan Jenderal Xaverian di Roma. Ada bocoran dari program
hidup itu.
“Saya sudah membicarakan
dengan Pastor Rino Benzoni SX (Pastor Jenderal saat itu) untuk membuat program
yang baru. Mungkin, saya akan kembali ke Italia entah untuk animasi atau
kebutuhan lain,” kata Xaverian yang masuk Sierra Leon sejak tahun 2005 ini.
Rencana ini rupanya tidak
terealisasi. Tuhan menghendaki yang lain. Tuhan memanggilnya untuk mengemban
tugas yang baru, yang kesulitannya lebih besar. Duta Besar Vatikan untuk Sierra
Leon Mgr Miroslaw Adamczyk memintanya untuk menjadi administrator Keuskupan
Makeni. Dia berkonsultasi dengan para pemimpin Xaverian di Roma dan di Sierra
Leon tentang tawaran ini. Akhirnya, dia pun menerima dengan harapan bahwa dia
hanya sebagai administrator saja.
Dia tahu tugas ini sulit.
Keuskupan Makeni saat itu sedang mengalami kesulitan. Uskup yang terpilih
rupanya tidak diterima oleh umat. Uskup itu tidak diizinkan untuk masuk
Keuskupan Makeni. Pastor Paganelli saat itu sudah mengetahui masalah ini dan
berusaha untuk menjadi jembatan antara umat dan hierarki gereja. Dia pun mulai
mengunjungi umat. Sambil menjalankan tugasnya, dia juga mendapat tawaran baru
lagi dari Duta Besar Vatikan. Kali ini tawaran itu bersifat ‘sudah jadi’.
“Dia meniru ucapan Duta
Besar bahwa, dia sudah memberitahukan ke Roma (Vatikan) bahwa Pastor Paganelli
akan menerima tahbisan uskup,” kenang Uskup yang ditunjuk oleh Paus Fransiskus
pada 18 Juli tahun 2015 ini.
Tawaran ‘sudah jadi’ ini
membuatnya tak berdaya untuk sementara. Tetapi dia ingin mencari jalan keluar.
Pertama, dia berbicara dengan pemimpin Xaverian. Kedua, dia juga berbicara
dengan pihak ‘yang dituakan’ dalam Keuskupan. Ada imam dan juga tokoh
masyarakat. Dia hanya ingin tahu reaksi umat dan apa kira-kira yang terjadi
jika dia menerima tugas ini. Dia tahu, dia seorang pastor asing dan ini yang
membuat umat Makeni tidak mudah menerimanya.
“Meski Xaverian sudah
terkenal di Keuskupan ini, karena Xaverianlah yang mendirikan Keuskupan,
sebenarnya itu tidak menjamin kemudahan saya masuk sebagai uskup,” sambungnya
lagi.
Dia tahu maslah berat lainnya seperti ada beberapa imam
diosesan yang berambisi jadi uskup, ada yang tidak ingin uskup dari luar, dan
sebagainya. Masalah inilah yang menjadi ketakutannya. Jawaban pun datang. Dari
dua pihak yang ia tanya, tidak satu pun yang keberatan. Dari pihak Xaverian OK,
dari pihak yang dituakan di Keuskupan OK. Akhirnya, dia mengiyakan lagi tawaran
Duta Besar Vatikan. Dia pun ditahbiskan menjadi Uskup pada 31 Oktober 2015 yang
lalu.
Kini dia berkarya sebagai Uskup di Keuskupan Makeni. Hari-harinya
tetap menjadi hari yang tersulit baginya. Tetapi, dia selalu yakin, Tuhannlah
yang menguatkannya. Dia tahu, Tuhan akan mengubah rencananya yang tidak sesuai
dengan rencana Tuhan. Salah satu perubahan rencana itu adalah ketika dia
menginginkan suasana kekeluargaan—seperti dalam keluarga Xaverian—dalam rumah
keuskupannya. Dia hampir saja mengajak seorang Xaverian untuk menemaninya. Tapi,
rencana itu tidak jadi. Bahkan bukan kekeluargaan yang ia rasakan di sana. Ia justru
merasa sepi. Pastor projo yang membantunya kadang-kadang pulang ke rumah
keluarganya, makan dan tidur di sana. “Kadang-kadang saya sendiri di kamar
makan pada saat makan malam,” kata Pastor yang ditahbiskan imam pada 25
Desember 1980 ini.
Uskup Paganelli pun mengakhiri sharing-nya dengan mengajak para frater untuk jangan takut mengubah
program hidup. Kiranya ini berlaku bagi semua umat Kristiani. Kita dipanggil
untuk melayani Tuhan lewat sesama. Kadang-kadang kita tidak tahu bahkan tidak
siap kapan tugas itu datang. Jadi, kita siap-siap saja untuk membantu jika ada
yang membutuhkan kita. Jangan takut
membatalkan rencana Anda untuk bepergian jauh jika ada orang yang meminta
bantuan Anda berupa materi secukupnya. Ubahlah rencana Anda dan bantulah orang
itu terlebih dahulu.
Fr. Gordi SX dari Parma,
Italia.
Posting Komentar