Pengalaman Berkesan Selama Ziarah Ke Lourdes
FOTO: Gordi
Salah satu kegiatan saya di masa liburan musim panas tahun 2014 ini adalah
mengunjungi tempat ziarah internasional, Lourdes, Prancis. Tepatnya menjadi
relawan. Relawan berarti dengan suka rela menjalankan tugas. Dalam hal ini
mesti ada kesukarelaan untuk berangkat ke sana. Dan, memang saya dengan suka
rela berangkat ke sana.
Lebih dari suka rela, berangkat ke sana bagi saya juga adalah sebuah
anugerah. Anugerah dari Tuhan yang datang melalui kedua sahabat kita, Francesco
dan Carlo. Merekalah yang mencari dana untuk membiayai perjalanan dengan
UNITALSI ini. Unitalsi adalah singkatan dari Unione Nazionale Italiana Trasporto Ammalati a Lourdes e Santuari
Internasionali. Sebuah organisasi nasional di Italia yang biasa mengantar
peziarah terutama orang sakit dan orang tua ke beberapa tempat ziarah
internasional termasuk Lourdes.
Kami menjadi relawan bersama organisasi ini selama lebih kurang 5 hari plus
2 hari dalam perjalanan pergi dan pulang. Dari tanggal 7 hingga 13 Agustus.
Peziarahan ini berkesan bagi saya. Saya bisa melihat tempat ziarah Lourdes.
Melihat Gua Maria, melihat patung Santa Bernadette, melihat basilica Santo
Rosario yang megah itu, juga melihat basilica Santo Pius X yang dirancang untuk
menampung sekitar 25 ribu peziarah. Santa Bernadette adalah figur utama dari
tempat ziarah ini. Dialah yang membuat peziarah dari seluruh dunia datang ke
tempat ini untuk berdoa pada Yesus bersama Maria. Peziarah yang datang silih
berganti. Dari berbagai negara dan bahasa. Kiranya untuk itulah gedung basilica
Santo Pius X yang terletak di bawah tanah itu dibangun. Kami bersama para
peziarah lainnya mengikuti misa internasional dan adorasi internasional di basilika
ini.
Disebut misa internasional karena bacaan dan doa-doanya didaraskan dalam
berbagai bahasa seperti Bahasa Prancis, Italia, Inggris, Jerman, dan juga
Latin. Bahkan dalam ibadat Rosario internasional di halaman basilica Santo
Rosario, didaraskan juga Salam Maria dan lagu Ave Maria dalam Bahasa Indonesia.
Rupanya ada kelompok orang Indonesia saat itu. Saya berjumpa dengan 1 keluarga
dari Kelapa Gading, Jakarta. Rasanya bangga sekali bisa menggunakan Bahasa
Indonesia untuk sejenak. Lebih bangga lagi karena saya dan kedua teman saya
dari Kongo dan Kamerun bertemu uskup kita Mgr. Giorgo Biguzzi, SX. Dia menjadi
salah satu pembimbing rohani dari kelompok peziarah lainnya dari Italia,
kelompok OFTAL dari kota Brescia.
Kebanggaan saya ini pula muncul setelah melakukan pelayanan kecil-kecilan
di sana. Saya mendapat tugas untuk mengantar orang sakit dengan kursi roda dari
hotel ke berbagai tempat seperti Gua Maria, Basilika Santo Rosario, Basilika
Santo Pius X, Basilika Santa Bernadette, dan beberapa tempat doa lainnya. Jarak
dari hotel ke tempat tersebut sekitar 500 sampai 1000 meter.
Kami mengantar mereka setiap hari. Kadang-kadang dua kali sehari, pagi dan
sore atau malam hari. Tergantung jadwal doa dan kegiatan rohani lainnya. Kami
berjalan berombongan. Kadang-kadang kami berhenti sejenak di tengah jalan untuk
merapikan barisan dan atau jika ada halangan dari kelompok peziarah lainnya.
Saat berhenti itulah, saya punya kesempatan untuk berdialog sejenak dengan
orang sakit yang saya antar. Mengajaknya bercerita atau saya yang bercerita.
Saya terkesan dengan pengalaman mereka. Beberapa dari mereka mengatakan
bahwa mereka ke Lourdes setiap tahun. Iman mereka bertambah melalui pengalaman peziarahan
ini. Ada yang merasa tenteram dalam hidup berkeluarga. Ada juga yang datang ke
sini untuk meminta doa khusus bagi anak-anak dan cucu mereka yang mengalami
masalah dalam hidup.
Kami juga berbagi cerita seputar keluarga mereka. Mereka kaget ketika tahu
bahwa saya seorang frater dari Serikat Missionaris Xaverian dan saya datang
dari Indonesia. Kami pun berjanji untuk saling mendoakan.
Selain membantu mengantar orang sakit, saya dan kedua teman saya juga
menghibur mereka di waktu senggang. Maksudnya, saat mereka berada di hotel,
kami mendatangi mereka untuk bernyanyi bersama. Mungkin ini hal sederhana,
hanya bernyanyi. Tetapi melalui kesederhanaan ini, mereka bisa mengungkapkan
diri mereka secara penuh. Mereka dengan bebas menunjukkan bahwa mereka juga
punya suara yang merdua, punya talenta untuk bernyanyi, punya sesuatu untuk
dibagikan pada sesama.
Di Lourdes, saya bertemu banyak orang. Bukan saja dari Italia. Juga dari
beberapa Negara lainnya seperti Prancis sendiri, Spanyol, Meksiko, Vietnam,
Laos, India, Filipina, Cina, dan Jepang. Rasanya seperti misionaris yang
mengembara karena saya menyapa mereka dalam Bahasa Italia dan Bahasa Inggris.
Bahkan dengan beberapa orang yang berbahasa Spanyol pun saya berbicara dengan
Bahasa isyarat alias pakai tangan. Tetapi, sasarannya tercapai. Saya bisa
menunjukkan pada mereka arah yang mereka cari.
Rupanya seperti inilah kehidupan seorang misionaris. Menunjukkan jalan pada
yang lain agar sampai pada tujuan yang bagi kita orang Kristiani adalah Yesus
sendiri. Tujuan itu sudah ada tinggal saja kita melihat, mencari, dan menemukannya.
Sekian saja cerita saya dari Lourdes.
Parma, 28 Agustus 2014
Fr Gordi SX
© Dimuat di majalah KELUARGA KITA edisi September-Oktober 2014
Posting Komentar