Pastor Agusto Luca SX: Xaverian Pertama Capai 100
Tahun
“Masa hidup
kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan
kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan
kami melayang lenyap.”
Demikian bunyi
mazmur 90 ayat 10. Mazmur itu menggambarkan kehidupan manusia. Tampak seperti
hitungan Matematika. Rupanya umur manusia hanya 70 tahun. Manusia yang kuat
akan mencapai 80 tahun.
Memang, umur manusia bisa dibuat dalam sistem
hitungan Matematika seperti ini. Kita tidak bisa memungkirinya. Banyak fakta
mengikuti sistem hitungan ini. Di Indonesia misalnya umur 70 tahun sudah
digolongkan usia tua. Apalagi 80 tahun. Tetapi di belahan dunia lain seperti di
Eropa, keadaannya bisa berubah. Umur 70 tahun di Italia misalnya masih
dikatakan ‘masih muda’. Ukuran ini dilihat muda karena usia tua dipatok pada
kisaran 80-an atau 90-an ke atas.
Tanggal 21 April
2017 ini, keluarga besar Serikat Misionaris Xaverian boleh berbangga. Satu dari
para misionarisnya genap berusia 100 tahun. Usia yang boleh dibilang sebuah
anugerah. Dia sudah melewati ukuran usia a la
mazmur 90. Dia juga sudah melewati usia kuat dalam kategori Kitab Suci itu. Bahkan,
bonusnya adalah 20 tahun.
Suasana Santuario Conforti-Parma pada Misa 100 tahun P Luca SX |
Xaverian itu tidak asing lagi di telinga kita. Dia
adalah Pastor Augusto Luca SX. Lahir pada 21 April 1917 di daerah Molvena, kota
Vicenza, Italia. Pastor Luca—demikian sapaannya—terkenal karena kiprahnya dalam
dunia tulis menulis. Melalui dunia tulis menulis inilah, dia bersentuhan secara
tidak langsung hampir dengan semua Xaverian di seluruh dunia.
Buku yang saya baca saat masuk Xaverian pada tahun
2005 yang lalu adalah buah karya Pastor Luca. Dia memang menulis banyak
biografi para Xaverian. Mulai dari biografi Sang Pendiri, Santo Guido Maria
Conforti. Biografi para Xaverian di Cina, Jepang, dan sebagainya. Di tangannya,
biografi itu menjadi sesuatu yang menarik.
Pastor Luca memilih jalur menulis biografi sejak
1950. Saat itu, dia sudah aktif menulis di berbagai media Xaverian dan berbagai
media lainnya. Setahun sebelumnya (1949), dia menjadi pemimpin redaksi
sekaligus ikut mendirikan majalah Oltremare
di Roma. Majalah ini dikelola oleh Pontificie
Opere Missionarie (Salah satu Komisi di Vatikan yang mengurus perihal misi
dari para misionaris).
Bagi Pastor Luca, usia 100 tahun adalah sebuah
anugerah. Itulah sebabnya, selain berterima kasih pada Tuhan, dia juga mengucap
syukur atas usia ini. “Para pemimpin dari Kongregasi meminta saya untuk
menyampaikan homili pada misa ini sehingga saya pun berbicara di hadapan kalian
sekarang ini,” kata Pastor Luca dalam homili pada Misa 100 tahunnya di
Santuario Conforti, Parma, Senin 17 April 2017.
Pastor Luca-sebelah Kanan--dalam homili misa 100 tahun |
Misa sekaligus perayaan Paskah ke-2 ini dipimpin oleh
Provinsial Xaverian Provinsi Italia Pastor Rosario SX. Pada awal misa, Pastor
Rosario mengajak umat untuk belajar dari Pastor Luca SX. “Dia adalah contoh
sekaligus saksi bagi kita. Sikap kesetiaannya sebagai seorang religius patut
kita tiru,” tutur Pastor Rosario.
Sikap kesetiaan ini memang melekat pada diri Pastor
Luca. Sejak kecil, dia sudah diancang-ancang untuk menjadi seorang pastor.
“Saya dibaptis beberapa hari setelah lahir. Sebelum berumur 5 tahun, pastor
paroki saya menilai bahwa saya adalah anak yang cerdas. Hasilnya, saya pun
menerima sakramen Krisma sebelum berusia 10 tahun. Saat itu juga, pastor paroki
mengatakan, kamu nanti cocok jadi pastor,” cerita Pastor Luca dalam homilinya.
Ingatan akan peristiwa masa kecil ini adalah salah
satu bukti kesetiaan Pastor Luca. Ingatan itu bukan saja sebagai sejarah tetapi
juga titik tonggak untuk selalu setia pada panggilannya. Kesetiaan ini juga
yang ia bawa sampai usia 100 tahun. Kesetiaan untuk menekuni dunia tulis
menulis misalnya. Tahun lalu, dia memublikasikan 2 buah buku. Satunya tentang Sejarah Gereja pada Abad-abad Pertama
dan satu lagi tentang Pengalamannya pada
Misi di Jepang.
Pastor Luca tidak lama bekerja di daerah misi tetapi
kesetiaanya untuk menulis tentang misi begitu kuat. Setelah ditahbiskan pada 28
Maret 1943, Pastor Luca tidak langsung dikirim ke tanah misi. Dia bermisi di
Italia sampai tahun 1951. Berbagai tugas dia emban pada masa itu. Mulai dari
redaktur beberapa majalah Xaverian sampai pada menulis aspek misionaris dalam
kehidupan para awam.
Umat yang hadir |
Setelah berbagai tugas awal itu, penugasan ke tanah
misi pun tiba. Dia berangkat ke Jepang pada 1951. Di sana, dia tinggal selama
15 tahun sampai 1966. “Saya mencintai umat Jepang. Sayangnya saya berkontak
langsung dengan mereka hanya 3 tahun dari tugas misi saya,” katanya saat kami
meminta beliau menceritakan misi di Jepang.
Pastor Luca memang hanya 5 tahun tinggal di paroki. Pada
2 tahun awal, dia belajar bahasa Jepang. Sisanya berdialog dengan umat dan
pelayanan lainnya. Setelah itu, dia menjadi pemimpin untuk beberapa periode.
Menjadi pemimpin di Jepang rupanya pintu awal baginya untuk menjadi pemimpin
pada tingkat yang lebih tinggi. Setelah tahun 1966, dia dipanggil ke Italia dan
menjadi anggota penasihat dewan Jenderal di Roma.
Masa-masa ini dia gunakan untuk mengunjungi berbagai
daerah misi Xaverian. Dari Afrika ke Asia, dari Amerika ke Eropa. “Saya
berkunjung ke Indonesia lebih dari satu kali. Saya masuk Kepulauan Mentawai dan
komunitas Pekanbaru,” ceritanya pada saya pada suatu hari. Kunjungan inil menjadi
sarana baginya untuk mencicipi kehidupan dan karya para misionaris Xaverian.
Dari kunjungan ini, lahir banyak buku biografi tentang para misionaris.
Setelah menjadi dewan penasihat, Pastor Luca tidak
kembali ke Jepang. Dia terus bermisi di Italia sampai usia 100 tahun ini.
Beberapa tugas pentingnya adalah menjadi Sekretaris untuk Komisi Para Biarawan/wati
di Keuskupan Parma. Dia juga pernah menjadi Vikaris Uskup bidang Hidup
Religius.
Potong Kuenya |
Di tataran kongregasi, Pastor Luca memegang peranan
penting. Dia pernah menjadi Rektor di Rumah Studi Kolegio Internasional di
Roma. Saat ini, Rumah Ini disebut Collegio
Conforti. Di Roma juga Pastor Luca menjadi Postulatore (mengurus perihal proses menjadi Beato atau Santo)
untuk Guido Maria Conforti. Dia mengemban tugas ini sampai Conforti diberi
gelar eroicità delle virtù pada 1982.
Gelar ini diberikan oleh Gereja Katolik melalui 1 komisi di Vatikan. Dari gelar
ini biasanya tinggal selangkah lagi menjadi Beato.
Banyaknya tugas ini tidak membuat Pastor Luca lupa
akan dunia tulis menulis. Terhitung sampai saat ini dia sudah menulis lebih
dari 50 judul buku. Ratusan artikel juga tersebar di banyak media Italia. Buku
tentang Santo Conforti adalah yang banyak diterjemahkan—termasuk ke dalam
Bahasa Indonesia. Buku lain juga diterjemahkan ke berbagai bahasa khususnya
yang berkisah tentang para Pendiri atau Anggota Kongregasi tertentu di Italia.
Pada umumnya, berciri biografi.
Dengan bakat dan ketekunan ini, Pastor Luca
menelusuri dan menjalin relasi dengan banyak kongregasi di kota Parma dan di
Italia pada umumnya. Itulah sebabnya pada Misa 100 tahun kemarin, banyak
anggota kongregasi para suster di kota Parma yang hadir. Untuk mereka, Pastor
Luca meninggalkan buku biografi yang bersejarah. Misalnya, buku tentang
kehidupan seorang Suster Ursulin asal Vietnam. Suster ini berasal dari keluarga
keturunan Cina. Amat bagus kisah hidupnya untuk dibaca.
Cina dan juga beberapa negara lainnya seperti Jepang
dan Indonesia di Asia memang menjadi bidikan tulisan Pastor Luca. Dia menulis
beberapa buku tentang beberapa Misionaris Jesuit di Jepang dan Cina. Dia juga
menulis tentang para Xaverian yang berkarya pada awal masa misi di Cina. Termasuk
beberapa yang menyentuh Tibet dan Bangladesh (saat itu masih menjadi bagian
dari Pakistan). Untuk Indonesia, Pastor Luca juga menulis banyak artikel.
Merenungkan usia 1 abad ini, kita kiranya boleh
belajar dari Pastor Luca SX. Dari sistem hitungan pemazmur, kita boleh menilai
bahwa Pastor Luca mendapat ‘bonus umur’ dari Tuhan. Ayat mazmur itu memang amat
bagus untuk direnungkan. Seorang ahli Kitab Suci di Italia—sekarang bermisi di
Kamerun—Pastor Renzo Larcher SX mengatakan melalui ayat itu, pemazamur mau
mengatakan 2 hal pokok.
Pertama,
meminta kekuatan pada Tuhan. Pastor Renzo mengatakan, “Kita butuh bantuan Tuhan
dalam masa sulit. Maka, kita boleh meminta penghiburan saat kita dilanda kesedihan.
Kita boleh meminta kekuatan saat kita dilanda kelemahan fisik maupun psikis.
Sebab, keduanya kita alami dalam petualangan hidup kita.”
Kedua,
meminta rahmat kesetiaan pada Tuhan. “Bagi orang-orang dalam Kitab Suci, setiap
kesulitan menjadi tidak berarti tanpa kehadiran Tuhan.” Itulah sebabnya—tulis
Pastor Renzo—kita boleh meminta rahmat kesetiaan pada Tuhan untuk karya-karya
dan kerja kita di dunia ini. Penjelasan ini menguatkan kita untuk memaknai
pekerjaan harian kita. Sebab, “Di luar Aku, kalian tidak dapat berbuat
apa-apa,” (Yoh. 15,5).
Kue 100 tahun |
Suka duka sudah dialami oleh Pastor Luca dalam usia
100 tahun ini. Namun, bertambahnya usia ini kiranya amat berarti bagi keluarga
besar Xaverian dan juga bagi sejarah misi dalam Gereja Katolik pada umumnya.
Kapan ya, para Xaverian Indonesia mengikuti jejak Pastor Luca?
Semoga beberapa dari mereka mencapai usia ini dan
juga menjadi penulis tentang misi Xaverian di Indonesia. Tentu dengan bantuan
umat yang bekerja sama dengan para Xaverian dalam mewartakan Kerajaan Allah
bagi mereka yang belum mengenal-Nya.
Salam dari Parma. TANTI AUGURI untuk Padre Augusto
Luca SX.
Gordi SX
Posting Komentar