Pesta Emas dan Makna Hidup
(Sebuah ringkasan dari kotbah p.
Marini ketika beliau memimpin misa emasnya di Parma)
P.Francesco Marini memimpin misa
syukur 50 tahun imamatnya di Santuario St. Guido Maria Conforti, Parma, Italia,
yang dihadiri oleh ratusan umat juga para konfrater Xaverian, pada hari Minggu,
6 Agustus 2015. Hadir bersama beliau tujuh pastor Xaverian dari sembilanbelas
konfraternya yang ditahbiskan bersama beliau limapuluhtahun silam.
Misa ini merupakan “misa emas”
pertama yang paling sederhana saya ikuti: tidak ada koor meriah, sama sekali
tidak ada dekorasi, tidak banyak umat yang datang, tidak ada pesta meriah,
tidak ada uskup yang hadir, juga tidak ada hadiah istimewa yang mereka terima.
Yang istimewa adalah kerendahan hati p. Marini untuk bersyukur kepada Tuhan
atas berkat pendampingan-Nya selama melayani-Nya sebagai imam misionaris juga
bersyukur kepada keluarga Xaverian, sahabat dan teman-teman yang mendukungnya
selama melayani umat Allah. Kerendahan hatinya terungkap pula dalam
kata-katanya ini, “Perayaan ini selain sebagai ucapan syukur semestinya menjadi
kesempatan untuk memohon ampun atas kelalaianku, kelalaian kami dalam mengemban
tugas dan tanggungjawab yang seharusnya kami hidupi dan jalani tapi dalam
kenyataannya kami melupakannya.”
Dalam homilinya p. Marini
mengungkapkan alasan mengapa beliau bersyukur atas rahmat sebesar ini.
Mengikuti Kristus dengan menjadi imam misionaris mengantar beliau untuk
menemukan makna hidupnya sendiri juga hidup orang lain. Semua orang membutuhkan
makanan, rumah, pakaian, aturan, sarana dan prasarana untuk membangun hidup
pribadi, keluarga juga masyarakat. Kadang kebutuhan-kebutuhan ini dicari
sekedar untuk bertahan hidup, untuk memperoleh hidup yang layak. Tapi sadar
atau tidak sadar, manusia tidak hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini
saja, manusia tidak hidup hanya untuk memperoleh benessere; lebih dari itu manusia membutuhkan makna hidupnya, ia
juga perlu mengetahui alasan mengapa ia hidup, ia membutuhkan harapan.
Kebutuhan akan makna hidup dan harapan inilah yang ditawarkan oleh Kristus yang
sampai ke tangan kita melalui Injil-Nya. Keselamatan terjadi ketika manusia
menemukan makna hidupnya dalam Kristus; ketika manusia melihat dan menghargai
diri dan sesamanya sebagaimana Yesus melihat dan menghargai kita. Jadi bagi
beliau, menjadi missionaris pewarta Injil Kristus selama limapuluh tahun selain
telah memanusiakan dirinya sendiri tetapi juga telah memanusiakan orang lain
dalam terang Kristus, menawarkan jalan yang tepat untuk menjadi manusia yang
sesungguhnya.
Panggilan untuk menemukan makna hidup
dalam Kristus dan mewartakannya kepada semua orang tidak berakhir dengan pesta
emas ini dan tidak tertuju hanya kepada p. Marini dan teman-teman pastor
seangkatannya. Sebaliknya, panggilan ini merupakan tugas semua orang yang
dibaptis untuk pertama-tama menemukan arti hidupnya sendiri dalam Kristus lalu
ditawarkan kepada sesama. Hal ini sangat penting dan bahkan mendesak karena
semua orang membutuhkannya. Dengan demikian menjadi missionaris berarti menjadi
manusia seturut gambar dan rupa Allah yang terungkap secara penuh dalam diri
Yesus Kristus. Cara hidup pastor Marini telah mencerminkan dengan cukup
jelas hal ini. Saya sangat bangga mengenal beliau baik sebagai missionaris
maupun sebagai formator dan konfrater.
Selamat pesta emas p. Marini dan
tetaplah menjadi teladan bagi kami.
Salam,
Pandri
*Dimuat di majalah KELUARGA KITA edisi Agustus-September 2015
Posting Komentar