Pengalaman Mengikuti Latihan Rohani
Santo Ignasius
(Casa Spirituale Sacro Cuore di Gesu, Arriccia – Roma 30/6 – 31/7 2014)
Kita tidak akan pernah sampai pada tujuan jika kita tidak
memulai melangkah, tentu ada halangan – ketakutan – ketidakpastian, yang akan
menghadang di hadapan kita, tetapi satu yang tidak bisa kita lupakan, bahwa
kita tidak akan berjalan sendirian, karena Dia yang berkata: “Ini aku, jangan
takut” , berjalan bersama kita.
Inilah ekspressi yang menjadi kesimpulan dari latihan rohani yang kulakukan
bersama 34 peserta latihan rohani. Dari ke 34 peserta 3
orang adalah Frater OMI, 3 orang suster, 3 orang awam (femina), 2 orang
saverian: aku dan Alessio; seorang frater kongregasi Rogazionis, seorang diakon
keuskupan Bologna, seorang Pastor dari Milan, selebihnya adalah seminaris dari
keuskupan: Napoli, Catania (sicilia), Agrigento (sicilia), Roma, Brescia,
Bergamo e Ancona. Para pembimbing para peserta latihan rohani terdiri dari 3
pastor Jesuit, seorang suster dan seorang awam psicolog. Selama satu bulan itu
aku dibimbing oleh Pastor Paolo Monaco, SJ.
Latihan rohani Ignasian diadakan di Rumah retret Sacro Cuore di Gesu yang
dulunya merupakan rumah novisiat Jesuit zona Roma, tetapi dengan berlalulnya
waktu berubah fungsi menjadi rumah retret.
Rumah retret ini terletak dipuncak perbukitan yang pada zaman romawi merupakan
Villa para petinggi kerajaan Romawi kuno. Bekas villa romawi yang bisa
ditemukan disekitar lokasi rumah retret hanya puing-puing saja bahkan sudah
terbengkalai dan tidak terawat. Dari rumah retret ke arah timur bisa ditemukan
sebuah danau buatan yang diberi nama Nemi dan sebelah barat rumah retret bisa
ditemukan sebuah danau lainnya yang bernama Albano berdekatan dengan Castil
Gandolfo, dimana Paus Benedetto XVI, setelah pengunduran diri memilih tinggal
di situ selama berlangsungnya conclave.
Jalannya latihan rohani dilakukan secara pribadi oleh peserta latihan
rohani dengan pembimbing pribadinya selama latihan rohani satu bulan. Setiap
hari para peserta diminta mengatur jadwal doa pribadi. Jadwal tersebut
dibicarakan dengan pembimbing, dan karena setiap orang mempunyai jadwal yang
berbeda.Aku misalnya diminta untuk membuat jadwal doa harian 5 kali dalam
sehari. Selain jadwal doa setiap hari ada colloquio dengan pembimbing dan
selain itu ada juga kegiatan pribadi untuk mengolah tubuh: MENS SANA IN CORPORE
SANO.
Tidak sepanjang bulan itu dilakukan latihan rohani, kami melakukan 2 kali
pausa (pause) dan kami bersama dengan pembimbing mengunjungi biara para rahib
dari ritus Timur di Grottaferrata, yang merupakan satu-satunya biara katolik
ritus Timur di italia. Perbedaan yang
saya temukan dari gereja paroki adalah struktur gereja yang penuh dengan ikona
seperti gereja ortodoks. Kemudian pada pausa yang kedua kami mengunjungi biara
benediktin di Subiaco: Biara Santa Scolastica dan Santuario Gua tempat Santo
Benediktus pertama kali menjalani hidup eremit sebelum akhirnya membentuk satu
komunitas eremit.
Satu bulan penuh
bergulat dengan periko-perikop injil yang berbicara tentang Yesus. Mengalami
bagamana rasanya desolasi selama menjalankan doa-doa pribadi setiap hari, dan
bagaimana Sabda begitu menggugah hati, mengubah ide dan pikiran kepada
kebenaran Sabda yang direnungkan. Bisa dikatakan tidak selamanya pengalaman
indah yang didapatkan selama latihan tersebut tetapi juga pengalaman akan
kesulitan dalam berdoa, ketakutan, ketidakpantasan bahkan kehampaan dihadapan
Sabda yang sedang direnungkan. Satu bulan tanpa bicara satu sama lain meski
kita bertemu setiap hari dalam misa dan doa pagi tidak menghalangi comunione
interno yaitu satu dalam mencari kehendak Tuhan di dalam hati masing-masing.
Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena bisa mengalami latihan rohani
Ignasius. Suatu rahmat yang menguatkan aku sebagai seorang kristiani dan sebagai
seorang missionaris religius. Dan tantangan baru setelah latihan rohani adalah
meneruskan pengalaman selama satu bulan itu dalam hidup sehari-hari. Caritas
Cristi Urget Nos: kasih Kristuslah yang mendorong kita untuk semuanya.
Salam.
*Dimuat di majalah KELUARGA KITA edisi September-Oktober 2014
Posting Komentar