Halloween party ideas 2015

Pandanglah Salib Itu Barang Sejenak Saja
 
tiga putra Conforti di depan salib yang jadi inspirasinya



Saya ingin berbagi pengalaman dengan para pembaca sekalian. Pengalaman yang mungkin dangkal dan sepele tetapi bisa menjadi dalam dan mendasar. Bermula dari saling pandang menjadi pandangan yang mendalam. Rupanya ‘memandang’ yang sepele itu bisa menjadi dasar iman kita.

Selama bulan Juli yang lalu (1-31), saya mengikuti retret di kota Bologna. Retret ini dipandu oleh tim yang terdiri dari 3 pastor Jesuit, 2 suster,  dan 2 awam. Jumlah peserta 35 orang. Ada 1 pastor projo, 2 suster, para frater dari beberapa kongregasi dan dari beberapa keuskupan, dan beberapa awam. Setiap peserta mempunyai pembimbing rohani dan membuat pertemuan atau qolloquium pribadi setiap hari sekitar 30-45 menit bahkan kadang 1 jam. Selain itu, ada 3 kali pertemuan bersama (Pukul 12.00, 15.00 dan 20.45). 

Satu dari sekian hal yang menarik perhatian saya adalah cara berdoa. Setiap hari kami mempunyai 4 waktu doa secara pribadi. Merefleksikan salah satu teks dari Kitab Suci atau dari bahan spiritual lainnya. Durasi doa tidak ditentukan. Ada yang memilih 30 menit, 45 atau bahkan 1 jam. Ada yang bermula dari 30 menit, lalu 45, lalu 1 jam. Ada pula yang tetap saja 45 menit atau 1 jam.

Untuk mengisi waktu ini, ada langkah-langkah yang dianjurkan. Pelaksanaannya tentu bergantung kepada peserta. Paling tidak, langkah yang diberikan oleh pembimbing menjadi panduan awal yang berguna. Langkah-langkah ini dikembangkan dari hari ke hari sesuai tema retret setiap minggu, tetapi langkah dasarnya tetap sama.

Satu dari sekian langkah itu adalah mengimajinasikan Yesus yang sedang memandang kita dengan tatapan cinta. Yesus mencintai kita dan Ia memandang kita ciptaan-Nya, dengan cinta yang tak terbatas. Ini ide di baliknya. Langkah ini membantu peserta untuk menyadari bahwa dia dicintai. Yesus berada di sampingnya dan hadir dalam doanya dengan tatapan cinta.

Langkah ini mungkin sulit pada awalnya. Bagaimana mungkin mengimajinasikan Yesus yang sedang memandang kita dengan tatapan cinta? Tidak apa-apa kalau sulit. Malah, lebih baik merasakan sulitnya dulu, baru menikmati betapa indahnya tatapan cinta itu.

Saya terbantu dengan pengalaman Santo Conforti, pendiri Serikat Xaverian. Conforti memandang Yesus di salib. Conforti tahu, ia sendiri benar-benar sedang memandang Yesus. Ia sadar akan pengalamannya ini. Ia juga tahu dan sadar bahwa Yesus sedang memandangnya. Mereka saling pandang. Dari saling pandang lahirlah relasi.

Mengikuti Conforti, saya juga memandang salib untuk mengimajinasikan tatapan cinta Yesus itu. Di kapel rumah retret ada salib yang disoroti cahaya putih. Cahaya itu bulat dan mengenai bagian kepala dan badan Yesus. Bagian itu menjadi lain dari yang lainnya. Itu sebabnya kami merasa mudah dan terbantu memusatkan perhatian ke situ.

Suatu ketika, tempat berdoa saya di kapel telah diambil-alih oleh peserta lain. Kami memang bebas memilih tempat doa. Entah di kapel, kamar, halaman, taman, kapel kecil dan sebagainya. Saya memilih sisi kanan dari kapel itu. Kebetulan ada karpet empuk. Nyaman untuk bersilah di situ sambil memandang Yesus yang menatap saya dengan tatapan cinta. Ketika tempat itu diambil alih, saya kembali ke kamar saya.

Saya berdoa di kamar. Saya menurunkan salib dan meletakkannya di atas meja. Tepat di depan mata saya. Saya menyorotkan lampu meja ke arahnya. Lalu, saya memandang salib itu. Saya membayangkan Yesus yang memandang saya dengan tatapan cinta.

Dari hari ke hari tatapan itulah yang saya pandang. Lama-lama, saya pun merasakan relasi yang mendalam dengan Yesus. Yesus yang menatap itu bukan saja dalam bayangan-imajinasi tetapi betul-betul hadir bersama saya dalam doa itu. Maka, di akhir doa, saya selalu mengatakan unek-unek saya pada Yesus. Saya bicara lepas-bebas tanpa takut, malu, dan cemas. Saya merasa Yesus yang menatap dengan cinta itu menjadi sahabat dan teman akrab saya. Bermula dari saling tatap jadi saling dekat dan lebih jauh lagi jadi teman curhat.

Saya kira ini hal sepele. Bisa diinterogasi ah bagaimana mungkin itu terjadi. Saya yang mengalaminya yakin sekali bahwa Yesus itu hadir dan menatap saya dengan tatapan cintanya. Bukan saya lagi yang memandang tetapi Dia yang memandang saya. Iman saya akan Yesus makin kuat dengan tatapan ini. Relasi saya dengan-Nya juga makin erat.

Saya mengajak para pembaca sekalian untuk meluangkan waktu memandang sejenak salib Yesus atau juga patung Bunda Maria yang ada di sekitar Anda. Ketika Anda masuk gereja, cari di mana letak salib, tataplah lama-lama di situ setelah Anda menghormatinya. Atau ketika Anda mampir ke gua Maria, tataplah sang Bunda Maria lama-lama. Tatap dalam hening, sambil merasakan kehadirannya. Kelak, kalau Anda meyakininya, dan terus-terus memandangnya, sebenarnya Anda tidak sedang menatap Yesus tetapi Yesus-lah yang sedang menatap Anda. Anda tidak sedang memandang tetapi Anda sedang dipandangi oleh Yesus. Kiranya bisa terbantu juga jika Anda membiarkan diri Anda ditatap oleh tatapan cinta itu. Demikian dengan tatapan keibuan Bunda Maria. Selamat mencoba.

Terima kasih dan salam dari Bologna dan Parma, Italy.

Fr. Gordi, SX



*Dimuat di buletin XAVERIAN  Jakarta

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.