Jembatan Kasih
Allah
Ennio bersama anak-anak muda di Italia, FOTO: facebook Ennio |
Saya punya
sedikit cerita tentang Ennio, seorang
misionaris awam yang sampai saat ini
masih aktif sebagai anggota Kepolisian National Italia. Sejak tiga tahun
lalu, dua kali setahun beliau datang
membantu karya suster Xaverian. Bulan September lalu untuk kesekian kalinya
beliau datang tapi sekaligus untuk belajar bahasa Thai. Setelah pensiun nanti
beliau akan bekerja sebagai misionaris di Thailand.
Ketertarikannya pada karya misi berawal dari persahabatannya dengan Angela,
seorang suster Xaverian. Suster Angela yang pernah bekerja di sebuah daerah
kumuh di Bangkok sekarang mengelola panti untuk anak-anak cacat yang ia temukan
di beberapa daerah kumuh di pusat kota Bangkok.
Suster Angela MMX, FOTO: Ennio |
Persahabatan
Ennio dan Angela menggarisbawahi fakta bahwa panggilan missioner itu adalah
anugerah Roh Kudus kepada setiap orang yang dibabtis. Para misionaris
xaverian menerima anugerah Roh Kudus itu dan menjawabnya dengan komitmen yang
ekslusif melalui komitmen hidup bakti untuk karya misi seumur hidup. Kata
ekslusif sama sekali tidak berarti terbatas atau tertutup. Kata ekslusif tentu
tidak mungkin diartikan sebagai hegemoni. Eksklusif dalam konteks ini berarti
khas dan unik. Keunikannya adalah kita dipanggil dalam sebuah keluarga
(komunitas dan bukan individu) untuk mewartakan Yesus di tempat dan di hati
setiap orang yang belum mengenal-Nya. Keunikan ini menjadi makin unik dan khas
dalam keunikan dan kekayaaan kepribadian Xaverian yang menghidupinya.
Bentuk kerasulan kita
yang paling mendasar
adalah animasi mi-sioner. Lebih baik membuat padanannya
dalam bahasa Indonesia dengan istilah jembatan kasih. Tugas para Xaverian,
sebagaimana saya alami dari para Xaverian yang saya kenal di Indonesia atau pun
di daerah misi, adalah membantu orang Kristiani
sanggup ‘menyeberang’ untuk
membagikan kekayaan hidup mereka. Jembatan kasih itu bagaikan pemantik yang memicu api. Panggilan misioner itu sudah
ada dalam diri setiap orang dibaptis. Tugas kita sebagai Xaverian adalah
memberi api, memicunya sehingga orang-orang yang dibabtis ini pergi keluar dari
Gereja lokal dan negaranya sendiri untuk mewartakan Yesus di tempat Ia belum
dikenal. Kita bersyukur bahwa saat ini sudah ada kurang lebih 30 putra
Indonesia yang menjadi mi-sionaris. Kita masih menunggu, dan saya kira ini
adalah tantangan bagi Paguyuban Awam Xaverian Indonesia, munculnya awam yang
mau berkomitmen seperti Ennio, membaktikan hidup mereka juga bagi karya misi.
Sebagai jembatan kasih tugas Xaverian di mana-mana adalah membantu Gereja
lokal menyeberang dari ketercukupan diri (self-sufficiency) menuju Gereja lokal
yang mau berbagi (share). Tugas kita adalah membantu umat Kristiani menjadi
umat Katolik yang tidak hanya parokial tetapi kosmopolit. Orang Katolik seperti
ini adalah orang Katolik yang memiliki keprihatinan sebesar dunia. Ennio adalah
salah satu contoh orang Katolik yang kosmopolit. Para frater dalam lingkungan
kerasulannya dan dalam lingkaran persahabatannya dengan orang muda Katolik
Indonesia mesti sanggup memicu dan memancing semangat kasih Allah yang mereka miliki. Tugas para
frater dalam kerasulan adalah membina orang muda Katolik yang kosmopolit.
Bukankah itu menantang?
Dalam pertemuan kami yang terakhir, Ennio mengaku semakin termotivasi untuk
bekerja setelah tinggal dan melihat apa yang dikerjakan Xaverian di sini meski
masih seumur jagung. Saat ini bersama Pastur Alessandro Brai kami diminta
keuskupan Bangkok menjajaki kerasulan para buruh Katolik Thailand di daerah
industri Samuth Sakhon, Bangkok Selatan. Melewati jam-jam kunjungan kami di
lokasi para buruh adalah pengalaman yang tak terlupakan buat Ennio. Adakah yang
mau menyusul Ennio?
P. Reynaldo F.
Tardelly SX, misionaris Xaverian Indonesia yang sedang berkarya di Thailand
*Dimuat di WARTA XAVERIAN Jakarta Edisi Nov. 2014 – Mar. 2015
Posting Komentar